Daftar Progam HAQIN

Goresan Kalam-Nya

Ilustrasi

Tertulislah dalam lembaran-lembaran skrenario-Nya dalam kehidupan setiap yang bernyawa dan juga yang tak bernyawa. Yang tersimpan rapi di lauhul mahfudz-Nya, juga takdir yang senantiasa berjalan sesuai kehendak-Nya.

Ia, tak pandai membaca Al-Qur'an. Jangankan menghafal ayat-Nya, memahami hukum-hukum yang ada di
dalamnya pun tidak. Karena sejatinya lingkungan kehidupannya jauh dari arah petunjuk-Nya. Namun, siapa yang menyangka? Siapa yang mampu menerka? Juga siapa yang mampu memberi petunjuk selain Dia?

Seperti yang terpatri dalam kalam-Nya :

 لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَىٰهُمْ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۗ

"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya..." (QS. Al-Baqarah : 272)

Bahwasannya tak ada yang mampu memberi petunjuk, bahkan Nabi kekasih Allah. Karena hanya Allah lah yang mampu memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Pada kala itu, ia sering meragukan diri sendiri, bahwa ia menyangka ia tak mampu menjadi apa-apa. Namun sekilas terlintas dalam hatinya "Apa aku bisa membaca Al-Qur'an dengan baik, atau bahkan bisa menjadi penjaga kalam-Nya?"

Sampai suatu ketika, Allah memberikan petunjuk kepadanya, dengan adanya keinginan dalam dirinya untuk mengikuti program Karantina Tahfizh. Yang menjadikan hal itu sebagai renungan baginya "Apakah aku termasuk siapa yang menjadi pilihan-Nya? ".

Di karantina, ia banyak menemukan apa yang sebelumnya tidak pernah ia temukan. Lagi-lagi atas izin ridho-Nya. Di karantina ia diberi banyak pembelajaran mengenai tahsin dan juga Aqidah Akhlaq.

Di sana ia melihat banyak orang yang pandai bahkan ahli dalam membaca Al-Qur'an. Yang membuatnya termenung kembali "Apakah benar disini Allah memberi aku petunjuk. Apakah aku pantas bersama mereka yang luar biasa, sedangkan aku tidak...” Namun, ia tak ingin meragukan kekuasaan, juga kehendak-Nya akan skenario dalam takdir yang ia jalani.

Ya, di karantina itu ia senantiasa berjuang, berjuang, dan berjuang. Bukan berjuang agar ia menjadi yang luar biasa seperti mereka. Namun ia berjuang untuk membenarkan kalam-Nya.

Di saat yang lain tilawah dengan lancar, nikmat, dan juga tanpa harus bersusah payah. Ia, yang tak pandai membaca Al-Qur'an tidak ingin berputus asa karena ketidakmampuannya, dia yakin Allah lah yang akan memampukannya.

Di setiap awal sebelum ia memulai untuk tilawah ia selalu menuliskan ayatnya, agar dia bisa membacanya dengan lancar ketika tilawah. Dan ketika yang lain sudah jauh target tilawahnya, ia baru memulai untuk tilawah. Ia tidak bersedih dan juga tidak mempedulikan siapa yang mengejeknya atau menertawakannya karena keterlambatannya dan juga ketidakmampuannya. Namun ia akan bersedih jika tak ada usaha darinya untuk memperjuangkan kalam-Nya.

Ia pun bekerja keras, dari mulai teman-temannya masih terlelap dalam mimpi. Ia bangun dan mulai menulis kemudian mengeja ayat demi ayat agar ia mampu membaca Al-Qur'an dengan lancar. Walaupun sering terselip dalam hatinya "Ya Allah kapan Engkau akan melancarkan bacaanku". Namun, Allah pun tetap mengujinya. Sudah empat bulan ia mempraktikkan hal itu, akan tetapi ia merasa tidak ada perubahan yang melejit dalam dirinya. Namun, hal itu tak juga sedikitpun menggoyahkan semangat perjuangannya. Ia tetap bersabar menanti buah dari kerja keras yang ia yakin tidak akan menjadi sia-sia.

Sampai suatu ketika disaat fase tilawah itu selesai dan masuk pada fase menghafal. Pada saat itu, dengan perasaan yang sedikit lega karena ia merasa Allah telah memudahkannya untuk bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ia mulai menghafal dan menghafal sedikit demi sedikit. Sampai disuatu ketika ia merasa pencapaiannya menjulang drastis, ia pun tak mengerti apa sebabnya, yang tadinya ia hanya bisa menyetorkan hafalan sekitar 7 - 9 halaman perharinya. Namun, sekarang ia bisa jauh lebih banyak dari itu. Sampai akhirnya, ia bisa mengkhatamkan setoran hafalan 30 juz nya.

Hal yang dulu ia ragukan, hal yang dulu ia tidak yakinkan, dan akhirnya, hal itu menjadi kenyataan. MasyaAllah.


Siapakah yang membimbingnya? Dan siapakah yang memampukannya? Siapakah yang menggoreskan kalam dalam skenarionya?

Bahwa Allah lah yang memampukannya dan Ia yang mengukir goresan tinta kalam-Nya dalam takdirnya. Karena kisah itu pun tercermin oleh kandungan kalam-Nya:

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya..." (QS. Al-Baqarah : 286)

Bahwa, Allah tidak akan pernah membebani seseorang atau menimpakan ujian dan musibah kepada setiap hamba-Nya di luar batas kemampuan hamba itu sendiri.

Dari kisah itu kita bisa jadikan pelajaran, bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib seseorang jika tidak ada perjuangan atau perubahan dari diri kita sendiri.

Seperti yang terpatri dalam kalam-Nya:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

"...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." (QS. Ar-Ra’du : 11)

Bagaimana dengan kita?

Sudahkah kita bersyukur dengan apa yang di karuniakan Allah? Sudahkah kita memanfaatkan karunia itu dengan sebaik mungkin? Yakni dengan tilawah dan juga menghafalkan kalam-Nya?

Arrahma Ramadhyna Dennyka, Al-Hafizhah

Sabtu, 2 Mei 2020