Daftar Progam HAQIN

Ketika Semesta Berbicara

Ilustrasi


Bismillahirramaanirrrahim

Namaku Dwi Safitri, lahir di Bandung 5 Mei 2001. Putri dari bapak Alm. Endang Suherman dan ibu Etin Rustini. Aku bukan berasal dari keluarga yang agamis, bukan seperti keluarga yang sepenuhnya mengajarkan dan mendidik anaknya dengan syariat Islam.

Aku mulai hijrah kelas 3 SMP, dimana yang asalnya tidak berjilbab menjadi berjilbab dan disinilah muncul ingin menghafal Al-Qur’an. Tapi, belum terealisasikan, karena berbagai faktor. Saat aku menginjak kelas satu semester dua, disinilah hijrahku yang sesunggunya, dimana sekolahku yang didalamnya terdapat organisasi bernama : Irma Lukman (Ikatan Remaja Mesjid Lukman).

Salah satu dari anggota Irma yang berinisial A, ia adalah sosok yang berpengaruh dalam hijrahku mulai dari terobsesi mengenakan jilbab panjang, akhlaknya, keaktifanya, serta hafalannya 😊

Ia biasa kupanggil teh A, umur kami pun hanya beda 2 tahun. Entah kenapa saat melihat beliau mengenakan jilbab panjang (di lingkungan sekolah), juga didapati sedang bermuraja’ah rasanya adem sekali. Keinginan menjadi penghafal Al-Qur’an pun semakin menggebu-gebu dilubuk hatiku karena kesibukan dunia, aku biasa menuliskan diary activity ku di buku agenda harian.

Keseharianku sibuk dengan keduniawian mulai dari pagi hari sampai sore hari sekolah, dilanjutkan bantu-bantu ibu berjualan, menjelang magrib aku mulai bergegas pergi ke masjid untuk mengajar anak-anak TPA-DTA sepulang dari masjid aku melanjutkan bantu ibu berjualan hingga malam. Tumpukan tugas sekolah pun menanti huhuhu. Waktu yang tersisa untukku khususkan menghafal adalah sepertiga malam hingga menjelang shubuh.

Ku tuliskan semua agenda harianku, termasuk di dalamnya selalu ku tulis ’03.00 = tahajud + hafalan. Akan tetapi, itu semua tekadang tidak sesuai ekspetasi. Seperti waktu hafalan, sering kali tidak dipergunakan dengan baik, entah itu bangun terlambat, ngantuk, mengerjakan tugas sekolah yang belum selesai dan sebagainya.

Tulisan-tulisanku hanya angan-angan kosong. Seperti kata pepatah “kesuksesan itu, bukan hanya ada pada tulisan tapi dilaksanakan”. Mungkin, faktor lingkungan itu mempengaruhi, kurangnya dukungan dari keluarga, lingkungan sekolah yang umum, dan yang paling sangat mempengaruhi adalah gawai, juga interaksiku dengan Al-Qur’an kurang. Tilawahku yang bersifat fleksibel (ya! Disekolah, tilawah hanya saat waktu free class atau waktu-waktu luang lainnya). Padahal seharusnya ku agendakan waktu khusus bersama Al-Qur’an.

Hari demi hari terus berlalu, hingga saatnya aku menginjak kelas 3 SMA. Masa dimana harus menentukan pilihan untuk ke jenjang selanjutnya. Dari jauh-jauh hari kami (kelas 3) disibukkan dengan perbaikan nilai raport dari semester 1-5 untuk daftar SNMPTN (tanpa tes), kuota SNMPTN terbatas memang hanya 40% dari kurang lebih 480 siswa/siswi di sekolahku. Tiga kali proses seleksi di sekolah dan alhamdulillah aku masuk di 40% dari sekolah untuk daftar ke PTN.

Setiap orang memang memiliki tujuan berbeda-beda, planning yang berbeda-beda. Selain mempersiapkan untuk SNMPTN, kami pun menyiapkan SBMPTN atau jalur tes, juga tes-tes lain untuk ke PTN atau PTS.  Namun berbeda dengan diriku, keinginanku setelah lulus adalah mondok. Sempat galau antara harus kuliah atau mondok.

Akhirnya ku putuskan pada planningku aku daftar kuliah hanya lewat SNMPTN tanpa mencoba lewat SBMPTN, walaupun aku belajar mempersiapkan SBMPTN. Jadi, kalau gak lolos SNMPTN berarti mondok, kalau lolos berarti kuliah. Ku istikharahkan dalam solat. Masih bingung juga mau mondok dimana dan kemana. Pada bulan November 2018, guru ngajiku memberi informasi mengenai HAQIN atau Hafizh Qur’an Indonesia, pada bulan itu sedang dibuka pendaftaran, masa KBM enam bulan dari Desember sampai Mei. Sedangkan aku Ujian Nasional bulan April beliau menyarankan ikut pra-karatinanya saja dulu.

Posisi saat itu bingung sekali karena belum dibicarakan dengan orang tuaku, berat rasanya kalau harus tiba-tiba meninggalkan sekolah yang sebentar lagi menghadapi Ujian Nasional dan kemungkinan orang tuaku juga tidak mengizinkan saat itu. Akhirnya ku putuskan untuk tidak ikut program HAQIN saat itu, karena sambil menunggu hasil SNMPTN keluar. Dengan berjalannya waktu, akhirnya hasil SNMPTN keluar. Qadarullah aku mendapatkan tulisan warna merah yang menandakan bahwa itu tidak lolos 😊 UN pun sudah ku lalui.

Sebelum daftar ke HAQIN, aku sempat ingin masuk sebuah pondok Qur’an yang mukim dan pengabdiannya kurang lebih 3 tahun lamanya. Seseorang yang kukenal Teh A, ia menyarankan, “Jangan masuk situ Wi” tanpa dijelaskan alasannya kenapa.

Teringat HAQIN, akhirnya kutelusuri di internet dan pendaftaran masih dibuka dan H-1 ditutup. Mengikuti tes ke-1 (membaca surat Maryam), sebelum mengirim VN, aku talaqi terlebih dahulu bersama Teh A dan aku sempat mengulang beberapa kali sebelum mengirim VN ke panitia karena belum yakin. Seiring berjalannya waktu, aku sempat pesimis dikarenakan hasil seleksi yang belum diumumkan.

Aku memberanikan diri untuk menghubungi admin panitia dan Alhamdulillah atas izin Allah aku lolos ke tahap selanjutnya. Namun, Qadarullah aku terlambat mengikuti seleksi tahap 2. Aku mencoba mencari cara untuk tetap mengikutinya, menghubungi ustaz yang dulu sempat menawarkanku untuk masuk ke HAQIN, tapi ternyata beliau meragukan keseriusanku. Akhirnya pupuslah harapanku.

Bulan Ramadan menjadi bulan yang teristimewa bagiku. Suatu hari ketika aku sedang berada di rumah Teh A, seorang santri HAQIN juga datang bertamu. Beliau banyak menceritakan kisahnya ketika menjadi santri di HAQIN. Ini menjadi pertemuan pertama dan sangat berkesan bagiku, sehingga harapanku tumbuh kembali untuk baerjuang menjadi santri HAQIN.

Beberapa hari kemudian aku memberanikan diri untuk menghubungi kembali ustazku untuk meyakinkan beliau akan keseriusanku dalam menghafal Al-Qur’an. Namun, ustaz hanya mengatakan padaku, “Apa yang bisa meyakinkan saya bahwa kamu serius?”. Kata-kata tersebut selalu terbayang dibenakku. Qadarullah, setelah sekian lama, aku mendapatkan panggilan untuk mengikuti seleksi langsung. Betapa Maha Baiknya Allah, aku dinyatakan lolos menjadi salah satu santri HAQIN Angkatan 4. Aku yakin ini semua karunia dari Allah, bukan karena kehebatan dan kemampuanku.

Ini perdana bagiku menjalani hari-hari menjadi seorang santri. Ya, HAQIN lah menjadi tempatku menjalani seluruh rutinitasi seorang santri. Banyak hal-hal baru yang kudapatkan disini, pengalaman, teman dari berbagai daerah di Indonesia, suka duka serta pendewasaan diri. Selama disini aku banyak mengalami perbaikan dalam membaca Al-Qur’an (tahsin) hingga Fase Tilawah bisa kulalui. Yaaa walaupun dengan berbagai macam rintangan. Ujian terberat kurasakan ketika Fase Ziyadah yang sedang kujalani sekarang. Setiap harinya aku merasakan kesusahan dalam menghafal al-Qur’an, terkadang aku hanya mampu menghafal 3 halaman/hari, 4, 5 dan 6 halaman. Disini aku merasakan ketertinggalanku dari teman-temanku yang lain.

Tapi, aku yakin ini adalah cara Allah menguji kesabaranku berada dijalan-Nya, Allah ingin aku dapat berlama-lama dengan Kalam-Nya.  Aku selalu menyemangati diriku sendiri, bahkan teman-teman juga selalu memberikanku semangat setiap harinya. Banyak kata-kata motivasi yang juga diberikan oleh Musyrifah yang selalu kuingat ketika aku mulai goyah dan futur. “Yakin sama janji Allah Wi, kita gak tau di juz berapa Allah akan memberikan kemudahan kepada kita, ikhtiar terus, jangan merasa iri dengan yang lain, cukup jadikan motivasi untuk diri sendiri”; “Kalau kita belum bisa berlari seperti yang lain, maka berjalanlah, Kalau belum bisa juga maka merangkaklah, jangan sampai berhenti” Kata-kata inilah yang terus terngiang-ngiang diingatanku.

Alhamdulillah, rasa syukurku tak mampu kutuliskan untuk mengungkapkan betapa aku bahagia Allah telah memilihku berada disini di jalan para pejuang Kalam-Nya.

Dwi Safitri, Al-Hafizhah