Daftar Progam HAQIN

Secercah Harapan Didalam Gelapnya Malam

Ilustrasi Gambar

     Aku langsung saja mengawali cerita kisahku dari kisah awal mula perjalanan saat menghafal Al Quran. Kisahku dimulai pada akhir bulan Januari di tahun 2021. Pada saat itu, aku sudah keluar dari salah satu pondok Qur’an di Bogor dikarenakan sudah wisuda dan ingin menantang diri dengan mencari pengalaman baru. Alhasil aku sudah menganggur di rumah selama kurang lebih satu tahun, dan tiba tiba suatu ketika muncul di fyp tiktok ku berisikan sebuah video wisuda tahfdz 30 juz. Terpikirkan dalam benakku terbesit ingin mencari beasiswa menghafal Al-Qur’an, dan disisi lain aku pun ingin meringankan beban ayah dan bunda.

Qadarullah brosur Hafizh Quran Indonesia muncul di beranda google ku secara tiba tiba seperti takdir. Singkat cerita aku mendaftar dan sampai dan sampai di fase seleksi bagian menghafal surah al-isra. Mungkin bagi sebagian orang itu hal yang mudah, tapi tidak bagiku seorang remaja yang sudah tenggelam pada pergaulan bebas serta waktunya hanya dihabiskan di depan alat elektronik gadget. Trend demi tren tak pernah dilewatkan. Tapi rasa malasku terkalahkan oleh ambisi yang sudah sedari kecil aku tanamkan.

Alhamdulillah akhirnya aku dapat lulus seleksi pendaftaran. Namun beberapa hari sebelum hari keberangkatan ke Bandung, ayahku masih belum mengizinkan aku untuk pergi kesana, dikarenakan khawatir akan berita yang sebelumnya pernah viral, yaitu pelecehan santri oleh gurunya di salah satu pondok tahfidz di Bandung. Aku terus meyakinkan ayahku untuk mengizinkan aku pergi ke Bandung.

Oh Iya, hampir saja aku terlupa untuk menceritakan salah satu ujian milenial sebelum masuk Haqin, pada brosur Haqin terdapat tulisan persyaratan yaitu dilarang pacaran tapi ketika masa pendaftaran aku tidak memperdulikan itu, yang di saat bersamaan sebenarnya aku sedang menjalin hubungan dengan salah satu laki laki teman sepondok ku dulu. Sekitar hampir 4 bulan sudah kami menjalin hubungan tersebut. Ketika beberapa hari sebelum keberangkatan, terbesit di pikiranku untuk berhijrah. Aku berniat untuk tidak akan melakukan pelanggaran apapun ketika berada disana, mengingat di pondok sebelumnya aku bisa dicap sebagai trouble maker, karena sudah banyak sekali pelanggaran yang sudah aku langgar di pondok sebelumnya. Sampai sampai aku menjadi buronan pengurus disana.

Dengan berat hati aku kuatkan jariku untuk mengetik pesan yang intinya memutuskan hubungan ‘’Tlek’’ suara pesan terkirim, sudah kupastikan ia pasti menolak keputusanku. Tapi aku terus bersikukuh pada keputusanku, dan dengan sangat terpaksa ia menerima keputusanku. Aku pun langsung menghapus semua jejak akun sosmed yang berhubungan dengannya. Mudah? tentu saja tidak. 

Oke lanjut ke bagian saat aku menjadi santri baru di Haqin. Terkejut ketika mendengar percakapan obrolan mereka yang sedikit kudengar banyak kata MasyaAllah dan Barakallah. Aku mengira bahwa aku salah masuk tempat. Ketika aku mendengar teman seangkatanku mengobrol, aku terdiam, termenung, “Gila bahasanya, dikit dikit ngomong MasyaAllah padahal ga ada yang lagi pamer, apa aku salah tempat yaa? aku yang terbiasa mengucapkan bahasa hewan, merasa minder dan malu’’ satu kalimat yang terucap dalam hatiku dulu.

Aku mulai membiasakan diri dengan jadwal yang padat, padahal sebelumnya waktuku sangat santai. Hanya disibukkan dengan si kotak kecil seperti Scroll tiktok, makan, tidur, nonton film. Berlangsung secara terus menerus siklus itu aku  lakukan  sampai satu tahun lebih. Dan pada 2 minggu awal aku sangat frustasi sampai melakukan hal yang nekat yang bisa menyakiti diriku sendiri. Tidak ada rasa sesal dalam diriku, justru sebaliknya aku merasa agak lega.

Ketika suatu malam aku belum tertidur, dan membayangkan ketika aku berada dirumah. Sedetik kemudian aku teringat akan kenakalan ku pada saat itu. Teringat jelas ketika waktu hampir menunjukkan jam 12 malam, aku masih berada di tengah jalan kota bersama teman temanku. Bahagia rasanya ketika bisa melepas rasa bosanku dengan bermain bersama teman teman. Tak peduli dengan spam telpon dari bunda yang tertera di hpku itu. Ketika mulai dini hari kami pulang ke rumah teman yang mana orang tuanya sedang pergi. Mengingat aku aku tersenyum tipis.

Hari demi hari minggu demi minggu sudah aku lewati. Tak terasa sudah menginjak dua bulan aku menjalani setiap rutinitas di Haqin ini. Walaupun belum sepenuhnya hijrah, tapi sedikit sedikit aku mulai membiasakan diri memakai kerudung syar’i yang sangat gerah itu, sedikit demi sedikit aku mengubah gaya bahasaku, sedikit demi sedikit aku belajar mengatur waktu yang padat, sedikit demi sedikit aku belajar mengontrol perasaan. 

Dikutip dari Syahira, salah satu santri Hafizh Quran Indonesia