Daftar Progam HAQIN

Beberapa Kesalahpahaman Dalam Ibadah Puasa

Ilustrasi


Sebelumnya, pernahkah kita bertanya-tanya akan keraguan yang kerap kali datang mengenai perkara-perkara yang terjadi dalam ibadah puasa? Untuk menyambut bulan Ramadhan, yang di dalamnya semua umat islam diwajibkan untuk berpuasa, perlu kiranya kita mengetahui apa saja perkara yang membatalkan puasa dan pahala puasa, agar kita lebih berhati-hati untuk menjauhi hal tersebut.

Seperti yang sudah kita tahu bahwa definisi dari shaum adalah imsak atau menjaga, menahan sesuatu agar tidak masuk ke dalam tubuh kita.

Berikut adalah perkara-perkara yang sering menjadi pertanyaan dalam ibadah puasa:

1) Niat puasa

Pada niat puasa terdapat berbagai pendapat di kalangan ulama.

• Merurut pendapat Imam Syafi'i, mazhab yang mayoritas dianut di Asia Tenggara, Mesir, sebagian dari India dan Pakistan mensyariatkan agar niat dilakukan pada malam hari, yakni harus bermalam dan dilakukan setiap malam.

• Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat cukup berniat berpuasa sebulan penuh di malam pertama Ramadhan.

Mengenai apakah niat dilafazhkan atau cukup dalam hati, umumnya empat mazhab, yakni :

1. Imam Abu Hanifah

2. Imam Malik

3. Imam Syafi'i,

4. Imam Ahmad Bin Hambal mensyaratkan dilafazhkan. Sedangkan, Ibnu Taimiyah tidak mensyaratkan dilafazhkan, niat bisa dilakukan dalam hati dan tidak perlu dilafazhkan.

Dengan adanya penjelasan diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa niat itu penting. Namun, mengenai perkara dilafalkan atau tidaknya itu kembali kepada mazhab kita masing-masing.

2) Hal-hal Yang Dapat Membatalkan Puasa

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa definisi dari shaum/puasa adalah imsak atau menjaga, menahan sesuatu agar tidak masuk ke dalam tubuh kita. Baik itu berupa makanan, minuman, obat-obatan atau segala macam benda lainnya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah Swt berfirman:

Makan dan minumlah sampai waktu fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam… (QS. Al-Baqarah : 187)

Adapun jika kita melakukan aktivitas di atas tanpa sengaja, maka kita diwajibkan melanjutkan puasa tersebut sampai selesai tanpa harus mengqadhanya. Hal ini berlandaskan hadist Rasulullah Saw.

“Jika lupa sehingga makan dan minum, hendaklah menyempurnakan puasanya. Karena sesungguhnya Allah Swt yang memberinya makan dan minum.(HR. Bukhari-Muslim)

Dalam pandangan berbagai mazhab, terdapat sembilan perkara yang dapat membatalkan puasa atau merusak pahala puasa, yaitu:

1. Makan atau minum.

2. Berhubungan suami istri (al- watha') saat waktu puasa.

3. Menyuntikkan nutrisi ke dalam tubuh untuk menghilangkan rasa lapar dan atau dahaga.

4. Keluarnya darah (haid) bagi perempuan.

5. Melakukan onani yang menyebabkan keluarnya cairan.

6. Memasukkan air ke dalam kerongkongan untuk menyegarkan diri dari rasa haus (bukan berkumur-kumur saat wudhu atau bersikat gigi).

7. Begitupun dengan berhubungan suami istri dengan asumsi subjektif bahwa fajar belum terbit, meskipun orang lain meyakinkannya kalau fajar sudah terbit atau dia sendiri mampu membuktikannya dengan berusaha menyaksikan fakta bahwa fajar sudah terbit.

8. Muntah dengan sengaja.

9. Memasukkan ke dalam mulut sesuatu yang bisa memberikan kepuasan tersendiri, seperti memasukkan bubuk atau tepung yang tebal, dan atau asap rokok ke dalam mulut. Semua itu tetap membatalkan puasa.

Jika sembilan perkara itu dilakukan, puasa bisa dinyatakan batal dan diantaranya mengharuskan adanya penggantian (qadha) bahkan disertai dengan hukuman tambahan (kafarat), yaitu memilih salah satu di antara sanksi berupa pembebasan seorang budak, berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan sebanyak enam puluh orang fakir miskin.

Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana hukum-hukum yang disyariatkan oleh islam mengenai perkara-perkara yang terjadi dalam melaksanakan ibadah puasa. Karena faktanya perkara-perkara diatas sering kita jumpai pada rutinitas kita di bulan puasa. Dan alangkah lebih baiknya kita pun menjauhi hal-hal tersebut agar menghindarkan kita dari dosa dan juga batalnya puasa.

Wallahu a'lam.

Arrahma Ramadhyna Dennyka, Al-Hafizhah

Rabu, 29 April 2020