![]() |
Momen Husna dan Ayah saat pertama datang ke asrama |
“Abi, Terima Kasih Telah Mengantarku Kembali ke Pelukan Al-Qur’an”
Dulu, Husna pernah menghafal Al-Qur’an. Tapi kehilangan hafalan, membuat hatinya ikut kehilangan arah. Ada ruang kosong yang tak bisa diisi apa pun—kecuali kembali dekat dengan Al-Qur’an.
Itulah mengapa ia memilih untuk mondok di HAQIN Bandung, dengan niat yang dalam: mengembalikan kedekatan Husna dengan Al-Qur’an, seutuhnya.
Di balik keputusan besar itu, ada satu sosok luar biasa yang berdiri paling depan sebagai pendukung: Abi, ayahnya sendiri.
Bagi Abi, semua anaknya harus mendapatkan pendidikan terbaik baik dari sisi agama ataupun akademik. Abi selalu istikharah, agar anaknya berada di tempat terbaik menurut Allah. Dan kali ini, langkah itu mengantarkan Husna ke HAQIN.
Namun keterbatasan ekonomi membuat perjalanan ini tidak semudah orang lain. Mereka tidak bisa memilih moda transportasi paling nyaman, tapi mereka tetap melangkah.
Dari rumah ke Pelabuhan Bakauheni naik travel, menyeberang dengan kapal ke Merak, lanjut bis ke Bekasi, lalu ke Bandung, dan terakhir naik ojek online dari terminal ke asrama. Semua itu dilalui hanya berdua—Husna dan Abi.
“Ini tempat paling jauh yang pernah aku datangi seumur hidup,” ucap Husna. Tapi kehadiran ayah membuat segalanya terasa ringan.
Dan ada satu momen yang penulis saksikan sendiri—ketika Abi sedang mengurus administrasi di HAQIN. Saat ditawari voucer kebaikan untuk pembangunan pondok (yang bersifat sukarela), Abi dengan tenang mengeluarkan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Lalu berkata sambil tersenyum kecil:
“ Nih, semoga bermanfaat yaaa. Gapapa lah saya mah... nanti pulang juga gampang kok.”
Kalimat itu mungkin terdengar ringan. Tapi di baliknya ada pengorbanan, keyakinan, dan cinta seorang ayah yang tak bisa dibalas dengan apapun.
![]() |
Potret Husna bersama Ayah sebelum berpisah |
Sebelum Abi pulang, Husna mendekat dan menggenggam tangan ayahnya. Tak banyak kata yang diucapkan, hanya permintaan dari seorang putrinya “Abi... doakan Husna yaa...”
Abi nya tak menjawab panjang. Ia hanya diam sejenak, lalu menunduk dan mengangkat tangan, mengaminkan dengan suara pelan namun penuh keyakinan. Lalu punggungnya perlahan menjauh, meninggalkan Husna di gerbang awal perjuangan yang baru.
“Sedih banget...” ucap Husna, mengingat momen itu.
Kalau hari ini diberi kesempatan bicara dari hati ke hati, Husna ingin berkata:
“Terima kasih sudah jadi ayah terbaik bagi Husna dan adik-adik. Terima kasih atas semua pengorbanan—tenaga, waktu, dan segalanya.”